Dunia Panggung Sandiwara Dalam Premis Erving Goffman
AHMAD ZIDAN AL BARKA
TEORI SOSIOLOGI MODERN B
PRODI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
Selamat berjumpa kembali pada pembahasan ke enam kali ini. Penulis berharap para pembaca tidak bosan dengan tulisan-tulisan yang penulis suguhkan untuk memberi sedikit gambaran dari tokoh- tokoh sosiologi beserta pemikiran teoritisnya. Kali ini penulis datang dengan mengupas gagasan teori dari pemikiran tokoh sosiolog modern yang terkenal dengan teori dramaturginya yaitu Erving Goffman.
Erving
Goffman lahir pada 11 Juni 1922 di kota Alberta, Kanada. Ia berasal dari
keluarga Yahudi yang berasal dari keturunan Rusia. Ketertarikannya pada dunia
sosiologi bermula pada Univeritas Chicago di tahun 1945, disana ia mendalami
hasil karya dari tokoh prominen seperti Mead, Weber, Durkheim, Radcliffe-Brown
dan Simmel yang selanjutnya dijadikan batu
pijakannya dalam pendekatan mikrososiologi. Goffman mendapat gelar MA di tahun
1949 dan kemudian dilanjut dengan gelar Ph.D pada tahun 1953 dengan tesisnya Communication Conduct in an Island Communit
yang membahas tentang bentuk-bentuk sosiabilitas penduduk kepulauan Shetland.
Setelah lulus, Goffman menjadi pengajar di Unviersitas Chicago disertai dengan
melakukan penelitian-penelitian yang akhirnya mengantarkanya pada gelar Profesor
Benjamin Franklin pada tahun 1969 di bidang Sosiologi dan Antropologi. Ia juga banyak menulis artikel mengenai objek fenomena tentang interaksi sosiologi
mikro yang beraliran filsafat tinggi seperti buku berjudul, Asiles etudes sur la condition sociale des
maladies mentaux, La Mis en scene de la vie quotidienne dan The
Presentation of Self in Everyday Life yang menjadi karya termashurnya. Gaya
gagasan pemikiran Goffman lebih bertendensi kepada pemikiran ahistoris lateral.
Hal tersebut dikarenakan kontemplasinya pada dunia sosiologi tidak secara
reseptif mengikuti hasil pemikiran dari para tokoh-tokoh sosiologi klasik yang
lebih tradisional, melainkan mengkritisi dengan pendekatan yang baru dan
memodifikasinya dengan teori yang berbeda. Hingga wafatnya di tahun 1982, pemikirannya
seakan tidak pernah berhenti berkembang karena totalistasnya dalam
menggambarkan fenomenologi interaksi sosial yang banyak dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari.
Erving Goffman juga
merupakan tokoh sosiolog yang memusatkan
perhatiannya pada konsep interaksionisme simbolik. Karena ia lebih menekankan
unsur simbol dalam interkasi sosial dan juga menempatkan
individu-individu sebagai objek penelitianya, yang secara distingtif ia lebih
menekankan pemikirannya terhadap interaksi tatap muka. Karena hal tersebut, lahirlah
teori prominennya yaitu teori panggung sosial atau yang lebih dikenal dengan
“teori dramaturgi”. Teori dramaturgi menjelaskan setiap individu yang bertindak
berdasarkan ruang, waktu dan khalayak publik untuk mendapatkan timbak balik
atau feedback yang diharapkannya. Dalam kata lain, dramaturgi merupakan sebuah
panggung sandiwara yang disajikan oleh setiap individu dan setiap individu tersebut
mempunyai banyak peran, panggung atau profesi yang dijalankannya. Dramaturgi
tidak menempatkan individu lain sebagai objek panggung dari sandiwara tersebut,
akan tetapi diri individu itu sendiri yang menjadi objek dari sebuah panggung
sandiwara yang dijalankannya. Dramaturgi juga disokong oleh beberapa konsep penting
untuk melangsungkan pertunjukannya. Beberapa konsep tersebut antara lain, performance yang merupakan seluruh alur
kegiatan dari pertunjukan, lalu aktor yang
berperan menjadi objek untuk melakukan tindakan atau penampilannya tersebut , audience yang menjadi pengamat untuk
memberikan kesan dan penilaian dari penampilan aktor, serta roles yang menjadi upaya individu untuk
memainkan serta menempatkan perannya dalam berinteraksi terhadap pihak lain.
Dalam
penggolonganya, Erving Goffman mengkategorisasikan dramaturgi menjadi dua bagian
posisi ,yaitu front stage (panggung
belakang) dan back stage (panggung
depan). Front stage merupakan ruang yang dapat menunjukkan penampilan dari sang
aktor untuk menyampaikan pesan dan kesan yang akan dipresentasikan kepada para
penonton untuk dimonitoring dan di evaluasi. Disini individu yang berperan
sebagai aktor dapat memerankan perannya dengan keadaan yang tenang, bisa
dimanipulasi atau hanya berpura-pura. Dalam front
stage, aktor individu juga sangat membutuhkan kepentingan untuk mengatur
kesan berjalannya acara (impression management) dan perilaku aktor individu
tersebut harus menyesuaikan peran sosial dengan para audience. Sedangkan dalam
back stage, individu lebih menunjukkan sifat alamiahnya dan tidak berpura-pura
dalam tindakannya. Karena back stage merupakan tempat untuk individu menyiapkan
segala sesuatunya untuk menyampaikan pesan dan kesan yang akan ditampilkan pada
front stage. Perilaku aktor individu dalam hal ini bebas nilai, tidak
dipengaruhi oleh individu lain dan tidak membutuhkan impression management
dalam tindakannya.
Berangkat
dari gambaran tentang dramaturgi yang merupakan panggung sandiwara sosial
tersebut, penulis mengambil penerapan teori tersebut dalam kehidupan pesantren.
Dalam kehidupan pesantren dapat terlihat seorang Kyai yang dapat memerankan
banyak peran dalam kehidupannya. Di dalam rumah, seorang Kyai merupakan kepala keluarga
yang sibuk mengurusi kehidupan berumah tangga. Disini kehidupan seorang Kyai
bebas nilai sosial dan dapat menyembunyikan aspek-aspek personal yang dapat
merusak kesan terhadap santrinya. Lalu dalam lingkungan pondok pesantren, Kyai
menjadi seorang figur panutan yang dituntut untuk menunjukkan religiusitas dan
kharismatiknya terhadap para santrinya. Dalam lingkungan ini, Kyai sangat
bertindak dengan hati-hati dalam memainkan perannya karena setiap tindakannya
akan diikuti dan dinilai oleh para santrinya. Begitu juga seterusnya ketika sang
Kyai tersebut berotasi profesi seperti menjadi dosen, ketua RT, pak lurah, petani,dll. Disini
dapat terlihat bahwa pada hakekatnya identitas setiap individu tidak stabil dan dapat berubah tergantung
dengan siapa, dimana dan bagaimana individu tersebut berinteraksi dalam
panggung kehidupan sosialnya.
Baik,
penulis kira pembahasan kali ini cukup sampai disini. Jangan lupa untuk selalu berkomentar
serta dukung terus blog ini untuk mengembangkan channelnya terhadap dunia
penulisan.
Tetap Sehat dan Terus Bersandiwara…
Sumber Rujukan :
Susilo, Rachmad K.Dwi. (2016). Dua Puluh Tokoh Sosiologi Modern. Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA
G. Anthony, Daniell Bell,
Michael Forse, etc. (2004). SOSIOLOGI Sejarah dan Berbagai Pemikirannya. Bantul
: KREASI WACANA.
Gambar :
https://web.facebook.com/126283397438959/photos/erving-goffman-1922-1983goffman-was-interested-in-the-strategy-and-tactics-of-so/392666134134016/?_rdc=1&_rdr
Komentar
Posting Komentar